STIKES JAYAKARTA
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan dan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Steven Johnson”.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapatkan hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka makalah ini dapat terselesaikan, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
- Ibu Ns. Susi Yuliawati, Sp.KMB , selaku pembimbing makalah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jayakarta.
- Ibu Ns. Ratna Sari Dewi, S.Kep, selaku koordinator mata ajar sistem integumen.
- Rekan- rekan mahasiswa serta semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun bagi perbaikan dan kesempurnaan makalah yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini memberikan nilai tambah bagi pembaca pada umumnya dan profesi keperawatan pada khususnya.
Jakarta, Maret 2010
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Sindrom Stevens Johnson (SSJ) akhir-akhir ini sering diberitakan di media massa. Penyakit ini adalah penyakit yang mengakibatkan kulit terbakar hebat yang biasanya disebabkan karena efek dari hipersensitivitas terhadap obat tertentu.
Meskipun nama penyakit ini sudah lama dikenal di kalangan medis, namun karena penderitanya jarang sehingga kurang diketahui masyarakat. SJS bisa terjadi karena adanya kompleks imun di dalam tubuh. Ketika terjadi ikatan antara antigen dan antibodi yang disebut sebagai kompleks imun, kompleks imun tersebut menimbulkan reaksi pada tempat dimana dia mengendap sehingga menimbulkan kerusakan jaringan. SJS ini secara khusus melibatkan kulit dan membran mukosa atau selaput lendir organ tertentu. Di kalangan medis nama penyakit ini dikenal juga dengan sebutan Ektodermosis erosiva pluriorifisialis, eritema multiformis tipe Hebra, eritema bulosa maligna, sindrom mukokutaneaokular, serta minor form of TEN (toxic epidermal necrolysis).
SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium, serta mata disertai gejala umum berat. ( Black, 2001 ) Sinonimnya antara lain: sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dan lain-lain. Nama ini berasal dari Dr. Albert Mason Stevens dan Dr. Frank Chambliss Johnson, dokter anak di Amerika yang mempublikasikan kumpulan gejala ini di tahun 1922. Sindrom Steven Johnson ialah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi di kulit, kelainan di mukosa dan konjungtivitis etiologi yang belum diketahui dengan pasti.
Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab ialah : infeksi oleh microorganisme seperti virus dan bakteri, obat-obatan, alergi yang hebat, faktor endokrin dan faktor fisik seperti sinar matahari, hawa dingin, dan sinar-X. Ciri-ciri penyakit SSJ meliputi gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan syndrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.
Angka kejadian SSJ sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Syndrom ini tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, karena pada usia anak dibawah 3 tahun masih mendapatkan imunisasi oleh karena itu daya tahan tubuhnya masih kuat.
Gejala SSJ dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS serta lupus angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
Mengingat morbiditas dan mortalitas SSJ maka, perawat sangat berperan dalam membantu proses kesembuhan diri pasien, baik fisik maupun psikis, mengayomi, memberi motivasi dan menjaga pasien.
- Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menggali lebih jauh tentang Asuhan Keperawatan pada klien Kasus Syndrom Steven Johnson
2. Tujuan Khusus
Secara khusus '' Asuhan Keperawatan Klien dengan Syndrom Steven Johnson '', ini disusun supaya :
a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, serta komplikasi dari Syndrom Steven Johnson.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien dengan Syndrom Steven Johnson.
c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang diperlukan pada pasien yang dirawat dengan keluhan Steven Johnson.
BAB II
KONSEP DASAR
- Konsep Dasar Sindrom Steven Johnson
- Pengertian
SSJ adalah syndrom penyakit kulit akut dan berat (Junadi, 1982), berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993), dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk. (Mansjoer, A, 2000).
- Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Namun dari berbagai kasus yang terjadi salah satu penyebabnya adalah alergi obat, biasanya obat yang diberikan secara sistemik (langsung melalui aliran darah/disuntik.
- Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, anti-peuritik).
Penisilline dan semisintetiknya. Sterptomecine, Sulfonamida, Tetrasiklin
Anti piretik/analgetik (dentat, salisil/perazolon, metamizol, metampiron, dan paracetamol).Kloepromazin, Karbamazepin, Kirin antipirin, Tegretol. - Inspeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit).
- Neoplasma dan faktor endoktrin.
- Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X).
- Makanan. Untuk kasus yang belum diketahui penyebabnya ada 25-50% kasus. Penyakit SJS ini kebanyakan timbul pada anak-anak dan laki-laki muda. Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 2:1. Namun jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun ke bawah.
- Gejala dan Tanda-tanda
Gejala penyakit SJS ini sangat bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat. Pada yang berat penderita dapat mengalami koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala berupa demam tinggi 39-40°C, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok.
Dengan segera gejala tersebut dapat menjadi berat. Stomatitis (radang mulut) merupakan gejala awal dan paling mudah terlihat Pada sindrom ini terlihat adanya 3 gejala kelainan berupa: 1. Kelainan kulit, kelainan kulit terdiri atas eritema (kemerahan pada kulit), vesikel (gelembung berisi cairan) dan bula (seperti vesikel namun ukurannya lebih besar). Vesikel dan bula kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas.
Di samping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainan tersebut terjadi di seluruh tubuh. 2. Kelainan selaput lendir di orifisium, yang tersering adalah di selaput lendir mulut (100 persen) kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50 persen), di lubang hidung dan anus jarang. Vesikel dan bula yang pecah menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Kelainan yang tampak di bibir adalah krusta berwarna hitam yang tebal.
- Manifestasi Klinis
Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 8 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat.
Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa :
- Kelainan kulit.
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikeldan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga dapat terjadi purpura, pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
- Kelainan selaput lendir
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100 %) kemudian disusul oleh kelainan alat dilubang genetol (50 %), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8 % dan 4 %).
- Kelainan mata.
Kelainan mata merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering telah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis parulen, peradarahan, alkus korena, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : notritis, dan onikolisis.
Kelainan dapat juga menyerang saluran pencernaan bagian atas (faring dan esofagus) dan saluran nafas atas. Keadaan ini dapat menyebabkan penderita sukar/tidak dapat menelan dan juga sukar bernafas. 3. Kelainan mata, kelainan mata merupakan 80 persen diantara semua kasus, yang tersering adalah konjungtivitis kataralis (radang konjungtiva). Dan yang terparah menyebabkan kebutaan. Disamping kelainan tersebut terdapat juga kelainan lain seperti radang ginjal, dan kelainan pada kuku.
Penderita yang mengalami SJS ini bisa mengalami komplikasi berupa kelainan pada paru yaitu bronkopneumonia. Komplikasi lain yaitu kehilangan cairan dan darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Dapat pula terjadi kebutaan.
Penderita yang mengalami SJS ini bisa mengalami komplikasi berupa kelainan pada paru yaitu bronkopneumonia. Komplikasi lain yaitu kehilangan cairan dan darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Dapat pula terjadi kebutaan.
- Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komlemen.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan leozim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran (target- organ). Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan leozim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran (target- organ). Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.
Reaksi hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah bitir.
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Reaksi hipersensitif tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (elayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
- Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan syoek pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan laksimasi.
- Pemeriksaan Penunjang
Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam menegakkan diagnosis.
- CBC (complek blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebabkan karena infusi bakteri.
- Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab infeksi.
Tes lainya : Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma. Adanya mikrosis sel epidermis
Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator
- Penatalaksanaan
- Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh sukup diobati dengan predisone 30–40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya burukdan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat.Kartikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksamate dan intravena dengan dosis permulaan 4–6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasienstevenjohnson berat harus segera dirawat dan berikan deksametason 6x5 mg intravena setelah masa kritisteratasi, kedaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, tiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan table kortikosteroid, misalnya prendnisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakuakn pemeriksaan elektrolit (K, Na dan CI) bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3x500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandroklok dekanoat dan nanadrolon fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk devasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakuakn pemeriksaan elektrolit (K, Na dan CI) bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3x500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandroklok dekanoat dan nanadrolon fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk devasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
- Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumia yang dapat menyebabkan kematian, dapat di beri antibiotik yang jarang menyebabkan alergi, berspektrom luas dan bersifat sakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. Infus dan transfusi darah. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukaratau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2 3 hari, maka daapt diberikan transfusi darah banyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
- Topikal
Terapi topikal untuk lesi dimulut dapat berupa kanalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sutratulle atau krim sulfadiazine perak.
- Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Johnson
Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan lima fase berikut ini : pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi ( Jos dan Kate, 2006 : 256 dalam Evi Agustini, 2006).
Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap :
- Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan (Jos dan Kate, 2006:270 dalam Evi Agustini,2006).
Data yang dikumpulkan meliputi :
- Identitas
- Identitas klien
meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
- Identitas penanggung jawab
identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
- Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama
merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
- Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
- Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya.
- Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit sindrom steven Johnson
- Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum
- Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
- Kesadaran
Kesadaran mencakup tentagn kualitas dan kuantitas keadaan klien.
- Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)
- Sistem integument
Mengkaji tentang keadaan kulit
- Sensori
- Mata
Mengkaji tentang penglihatan, dan keadaan konjungtiva
- Mulut
Mengkaji tentang mukosa bibir, fungsi menelan, dan fungsi bicara
- Pola aktivitas
- Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
- Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran bedrest
- Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
- Aspek penunjang
- Hasil pemeriksaan Laboratorium
- Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
- Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Sindrom Steven Johnson
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan epidermis
- Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit
- Intoleransi aktivitas terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik
- Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtivitas
- Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
- Perencanaan
Perencanaan merupakan akativitas berorientasi tujuan dan sistemik dimana rancangan intervensi keperawatan dituangkan dalam rencana keperaawatan.
Perencanaan pada klien Sindrom Steven Johnson yaitu :
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan epidermis
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit dalam 3 x 24
Kriteria Hasil :
- Eritema dan bula tidak timbul
- Mukosa bibir tidak tampak stomatitis ulseratif spectrum luas
- Edema kemerahan tidak tampak
Intervensi keperawatan :
- Cuci area kemerahan dengan lembut
Rasional : untuk mencegah terjadinya pecahnya bula
- Masase dengan lembut kulit sehat di sekitar area yang sakit
Rasional : untuk merangsang sirkulasi
- Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi dalam 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
- Klien dapat menelan tanpa rasa nyeri
- BB meningkat
- Mukosa bibir tidak tampak stomatitis ulseratif spectrum luas
Intervensi keperawatan :
1) Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai
Rasional : memberikan klien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
2) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
- Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : meningkatkan nafsu makan
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit
Tujuan : Memperoleh rasa nyaman dalam 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
- Klien sudah tidak merasa Nyeri,pegal
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya
Rasional : Mengetahui derajat nyeri
2) Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
3) Pantau TTV
Rasional : untuk memaksimalkan efek obat
- Intoleransi aktivitas terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Intorelansi aktivitas terpenuhi dalam 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
- Klien tampak segar
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji respon individu terhadap aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
2) Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien
Rasional : energi yang dikeluarkan lebih optimal
3) Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Rasional : klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
- Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtivitas
Tujuan : Meningkatnya persepsi sensori penglihatan dalam 3 x 24
Kriteria Hasil :
- Konjungtivitas dan edema kemerahan tidak terdapat pada mata
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional : Menetukan kemampuan visual
2) Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional : Memberikan keakuratan thd pengelihatan dan perawatan.
3) Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan
Rasional : Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan
- Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi dalam 2 x 24 jam
Kriteria Hasil :
- Suhu 36-37 C
- Tidak terdapat pemasangan NGT dan IVFD Nacl
- Tidak timbul eritema dan bula
Intervensi Keperawatan :
1) Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut untuk klien
Rasional: meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
2) Jaga kebersihan alat tenun
Rasional : untuk mencegah infeksi
- Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses asuhan keperawatan yang sesuai dengan tujuan yang spesifik (Jos dan Kate,2006:320 dalam Evi Agustini,2006).
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001 :63 dalam Evi Agustini,2006).
- Evaluasi
Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan pada klien unutk mendapatkan kasus sebagai data dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk mendapatkan kasus sebagai data dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang berkesinambingan.
Evaluasi adalah proses yang terus menerus kerena setiap intervensi dikaji efektivitasnya dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan (Bobak, 2005 :195,Evi Agustini,2006).
Evaluasi adalah tindakan intelektual unutk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rnecana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,2001:71 dalam Evi Agustini,2006)
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan (Jos dan Kate,2006:330 dalam Evi Agustini, 2006). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikirnya (Keliat,1999:15 dalam Evi Agustini,2006).
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien
EVALUASI PADA KLIEN SSJ
Dx : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan epidermis
Evaluasi :
S : -
O :
- Hampir seluruh permukaaan tubuhnya timbul eritema dan bula
- Mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas
A : Masalah belum teratasi
P : Lajutkan intervensi
Dx : Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
Evaluasi :
S : Klien mengeluh nyeri ketika menelan
O :
- BB = 55 kg
- Mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas
A : Masalah belum teratasi
P : Lajutkan intervensi
Dx : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit
Evaluasi :
S : -
O :
- TTV : 20/80 cmHg
- N : 100x/menit
- R : 24x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lajutkan intervensi
DX : Intoleransi aktivitas terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik
Evaluasi :
S : -
O: Terdapat pemasangan NGT dan IVFD
A : Masalah belum teratasi
P : Lajutkan intervensi
Dx : Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtivitas
Evaluasi :
S :-
O: Mata terdapat konjuntivitas dan tampak edema kemerahan sehingga klien sulit membuka mata
A : Masalah belum teratasi
P : Lajutkan intervensi
Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan Kerusakan Jaringan Kulit
Evaluasi :
S : -
O : Tanda tanda infeksi tidak ada
A : Masalah teratasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
- Uraian Kasus
Tuan A usia 20 thn BB=55 kg TB 170 cm, dirawat diruang rawat dengan diagnosa sindrom steven Johnson. Klien mengeluh nyeri dada, badan terasa pegal, nyeri ketika menelan, badan terasa lemah dan lemas.dari pemeriksaan fisik ditemukan data dihampir seluruh permukaan tubuhnya timbul eritema dan bula. Pada mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spektrum luas, mata terdapat konjungtivitis dan tampak edema kemerahan sehingga klien sulit membuka mata. TTV= 20/80 cmHg, N= 100x/mnt, RR=24x/mnt, S=390C. Dilakukan pemerikasaan laboratorium hemeatologi dengan hasil normal. Klien dilakukan pemasangan NGT dan IVFD NaCl. Terapi obat yang diperoleh adalah salep gliserin, deksamethason 30 mg/6jam per IV dan Gentamisin 400mg/12jam per IV.
- Data Fokus
Data Subjektif
- Klien mengeluh nyeri dada, badan terasa pegal , nyeri ketika menelan, badan terasa lemah dan lemas
Data Objektif
- BB : 55 Kg
- TB : 170 Cm
- TTV : 20/80 cmHg
- N : 100x/menit
- RR : 24x/menit
- S : 390C
- Dihampir seluruh permukaan tubuhnya timbul eritema dan bula
- Pada mukosa bibir tamak stomatitis ulseratif spektrum luas
- Mata terdapat konjungtivitis dan tampak edema kemerahan sehingga klien sulit membuka mata
- Klien dilakukan pemasangan NGT dan IVFD NaCl
- Terapi obat yang diperoleh adalah salep gliserin, deksamethason 30 mg/6jam per IV dan Gentamisin 400mg/12jam per IV
Data Laboratorium
- Hemeatologi dengan hasil normal
- Analisa Data
Data | Masalah Keperawatan | Etiologi |
Data Subjektif : - Data Objektif :
| Kerusakan integritas kulit | inflamasi dermis dan epidermis |
Data Subjektif :
Data Objektif :
Mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas | Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh | kesulitan menelan |
Data Subjektif :
Data Objektif :
| Gangguan rasa nyaman nyeri | inflamasi pada kulit |
Data Subjektif :
Data Objektif : - Terdapat pemasangan NGT dan IVFD NaCl | Intoleransi aktivitas terganggu | kelemahan fisik |
Data Subjektif : - Data Objektif :
| Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan | konjungtivitas |
Data Subjektif : - Data Objektif :
| Risiko infeksi | Kerusakan Jaringan |
PROSES KEPERAWATAN
Nama : Tn. A Tanggal Pengkajian :
Umur : 20tahun No. Med. Rec. :
Jenis Kelamin : Laki-laki Diagnosa : Steven Johnson Syndrome
NO. | DIAGNOSA KEPERAWATAN | PERENCANAAN | IMPLEMENTASI | EVALUASI | PELAKSANA | ||
TUJUAN | INTERVENSI | RASIONAL | |||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 |
1. | Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermis dan epidermis yang ditandai dengan : DS : - DO :
| Mempertahankan integritas kulit dalam 3 x 24 jam, dengan criteria hasil : - Eritema dan bula tidak tmbul - Mukosa bibir tidak tampak stomatitis ulseratif spectrum luas - Edema kemerahan tidak tampak | - Cuci area kemerahan dengan lembut - Masase dengan lembut kulit sehat di sekitar area yang sakit | - untuk mencegah terjadinya pecahnya bula - untuk merangsang sirkulasi | - Mencuci area kemerahan dengan lembut - Memasase dengan lembut kulit sehat di sekitar arean yang saakit | S : - O : - Hampir seluruh permukaaan tubuhnya timbul eritema dan bula - Mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas A : Masalah belum teratasi P : Lajutkan intervensi | |
2. | Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan yang ditandai dengan : DS :
DO :
| Memenuhi kebutuhan nutrisi dalam 3 x 24 jam, dengan criteria hasil : - Klien dapat menelan tanpa rasa nyeri - BB meningkat - Mukosa bibir tidak tampak stomatitis ulseratif spectrum luas | - Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai - Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering - Hidangkan makanan dalam keadaan hangat | - memberikan klien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan - membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan - meningkatkan nafsu makan | - Mengkaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai - Memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering - Menghidangkan makanan dalam keadaan hangat | S : Klien mengeluh nyeri ketika menelan O : - BB = 55 kg - Mukosa bibir tampak stomatitis ulseratif spectrum luas A : Masalah belum teratasi P : Lajutkan intervensi | |
3. | Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit yang ditandai dengan : DS :
DO :
| Memperoleh rasa nyaman dalam 3 x 24 jam, dengan criteria hasil : - Klien sudah tidak merasa Nyeri,pegal | - Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya - Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit - Pantau TTV | - Mengetahui derajat nyeri - meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum - untuk memaksimalkan efek obat | - Mengkaji keluhan nyeri, memperhatikan lokasi dan intensitasnya - Memberikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit | S : - O :
A : Masalah belum teratasi P : Lajutkan intervensi | |
4. | Intoleransi aktivitas terganggu berhubungan dengan kelemahan fisik yang ditandai dengan : DS :
DO : - Terdapat pemasangan NGT dan IVFD | Intorelansi aktivitas terpenuhi dalam 3 x 24 jam, dengan kriterian hasil: - Klien tampak segar | - Kaji respon individu terhadap aktivitas - Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien - Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien | - mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari. - energi yang dikeluarkan lebih optimal - klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga | - Mengkaji respon individu terhadap aktivitas - Menbantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien - Melibatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien | S : - O: Terdapat pemasangan NGT dan IVFD A : Masalah belum teratasi P : Lajutkan intervensi | |
5. | Gangguan persepsi sensori: Kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtivitas yang ditandai dengan : DS : - DO :
| Meningkatnya persepsi sensori penglihatan dalam 3 x 24 jam dengan criteria hasil : - Konjungtivitas dan edema kemerahan tidak terdapat pada mata | - Kaji dan catat ketajaman pengelihatan - Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak. - Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan | - Menetukan kemampuan visual - Memberikan keakuratan thd pengelihatan dan perawatan. - Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan | - Mengkaji dan catat ketajaman pengelihatan - Mengkaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak. - Menyesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan | S :- O: Mata terdapat konjuntivitas dan tampak edema kemerahan sehingga klien sulit membuka mata A : Masalah belum teratasi P : Lajutkan intervensi | |
6. | Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan yang ditandai dengan : DS : - DO :
| Mencegah terjadinya infeksi dalam 2 x 24 jam, dengan criteria hasil : - Suhu 36-37 C - Tidak terdapat pemasangan NGT dan IVFD Nacl - Tidak timbul eritema dan bula | - Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut untuk klien - Jaga kebersihan alat tenun | - meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi - untuk mencegah infeksi | - Menggunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut untuk klien - Menjaga kebersihan alat tenun | S : - O : Tanda tanda infeksi tidak ada A : Masalah teratasi. | |
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Manifestasi Klinis
Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 8 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat.
Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa :
- Kelainan kulit.
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikeldan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga dapat terjadi purpura, pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
- Kelainan selaput lendir
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100 %) kemudian disusul oleh kelainan alat dilubang genetol (50 %), sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8 % dan 4 %).
- Kelainan mata.
Kelainan mata merupakan 80 % diantara semua kasus yang tersering telah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis parulen, peradarahan, alkus korena, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya : notritis, dan onikolisis.
Kelainan dapat juga menyerang saluran pencernaan bagian atas (faring dan esofagus) dan saluran nafas atas. Keadaan ini dapat menyebabkan penderita sukar/tidak dapat menelan dan juga sukar bernafas. 3. Kelainan mata, kelainan mata merupakan 80 persen diantara semua kasus, yang tersering adalah konjungtivitis kataralis (radang konjungtiva). Dan yang terparah menyebabkan kebutaan. Disamping kelainan tersebut terdapat juga kelainan lain seperti radang ginjal, dan kelainan pada kuku.
Penderita yang mengalami SJS ini bisa mengalami komplikasi berupa kelainan pada paru yaitu bronkopneumonia. Komplikasi lain yaitu kehilangan cairan dan darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Dapat pula terjadi kebutaan.
Gejala dan Tanda-tanda
Gejala penyakit SJS ini sangat bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat. Pada yang berat penderita dapat mengalami koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala berupa demam tinggi 39-40°C, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok.
Dengan segera gejala tersebut dapat menjadi berat. Stomatitis (radang mulut) merupakan gejala awal dan paling mudah terlihat Pada sindrom ini terlihat adanya 3 gejala kelainan berupa: 1. Kelainan kulit, kelainan kulit terdiri atas eritema (kemerahan pada kulit), vesikel (gelembung berisi cairan) dan bula (seperti vesikel namun ukurannya lebih besar). Vesikel dan bula kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas.
Di samping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainan tersebut terjadi di seluruh tubuh. 2. Kelainan selaput lendir di orifisium, yang tersering adalah di selaput lendir mulut (100 persen) kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50 persen), di lubang hidung dan anus jarang. Vesikel dan bula yang pecah menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Kelainan yang tampak di bibir adalah krusta berwarna hitam yang tebal
Pemeriksaan Penunjang
Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam menegakkan diagnosis.
- CBC (complek blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebabkan karena infusi bakteri.
- Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab infeksi.
Tes lainya : Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma. Adanya mikrosis sel epidermis
Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator
Menurut data yang ada, tidak perlu melanjutkan perencanaan pemeriksaan penunjang sesuai dengan teori , karena hasil pemeriksaan laboratorium klien SJS adalah Hemeatologi dengan hasil normal, selain itu gejala dan tanda-tanda sudah menunjukan ke arah SJS
Pada kasus Syndrome Steven Johnson secara teori di dapat data klien mengeluh nyeri dada, badan terasa pegal dan nyeri tenggorokan. Timbulnya eritema dan bula pada seluruh permukaan tubuh, selain itu timbul stomatis ( radang mulut ) dan pada mata terdapat konjungtivis dan tampak edema kemerahan sehingga menyulitkan klien membuka mata. Suhu tubuh klien 39 0 c dan mendapat terapi obat yang diberikan adalah deksamethason 30 mg per jam, lalu dilakukan pemasangan NaCl. Hal ini sudah sesuai pada kasus yang kami dapat.
Pada klien Syndrome Steven Johnson sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium minimal 3 kali dan tidak hanya melakukan pemeriksaan laboratorium hemeatologi dapat dilakukan dengan cara CBC, Kultur Darah dan Biopsi Kulit, tapi ini tidak terlihat pada kasus. Kami hanya mendapatkan data lab terakhir dengan hasil normal melalui cara pemeriksaan laboratorium hemeatologi. Kesimpulannnya adalah hasil pemeriksaan lab hemeatologi klien normal, tapi tingkat suhu badan klien cukup tinggi, oleh karena itu disarankan agar klien di kompres dan diberikan obat penurun panas, tapi tidak mengandung antibiotik.
- Diagnosa Keperawatan
Ditegakkannya diagnosa keperawatan SJS Berdasarkan perjalanan penyakit atau patofisiologi yang di derita mengarah kepada ; kerusakan kulit yang di akibatkan oleh inflamasi dermis dan epidermis, gangguan persepsi sensori yang di akibatkan oleh edema kemerahan pada mata, risiko infeksi b.d kerusakan jaringan kulit. Ditegakannya diagnosa keperawatan SJS berdasarkan hirarki maslow ; Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas terganggu.
- Perencanaan
Intervensi pada kasus di atas perlu di tegakkan berdasarkan mekanisme/perjalanan penyakit/patofisiologi dan berdasarkan hirarki Maslow.
- Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikirnya (Keliat,1999:15 dalam Evi Agustini,2006).
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
- Simpulan
Syndrom steven johnson (SSJ) merupakan syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir, di orifisum dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa edema, vesikel atau bula dapat disertai purpura.
Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi alergi obat (misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik). Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan.
Pada syndrom ini terlihat adanya kelainan, berupa : kelainan kulit yang terdiri daribatuk eritema, vesikel dan bula, kelainan selaput lendir di orivisium, dan kelainan mata yang ditemukan konjungtivitis kornea. SSJ juga dilaporkan sebagai akibat pemakaian obat herbal yang tidak umum yang mengandung ginseng. SSJ dapat juga disebabkan pemakaian cocaine. Seandainya anda mengalami alergi obat, makanan, paparan sinar matahari, dan perubahan udara, maka seharusnya anda mencatat dan memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, perawat, dokter untuk menghindari SSJ.
Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi alergi obat (misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik). Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan.
Pada syndrom ini terlihat adanya kelainan, berupa : kelainan kulit yang terdiri daribatuk eritema, vesikel dan bula, kelainan selaput lendir di orivisium, dan kelainan mata yang ditemukan konjungtivitis kornea. SSJ juga dilaporkan sebagai akibat pemakaian obat herbal yang tidak umum yang mengandung ginseng. SSJ dapat juga disebabkan pemakaian cocaine. Seandainya anda mengalami alergi obat, makanan, paparan sinar matahari, dan perubahan udara, maka seharusnya anda mencatat dan memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, perawat, dokter untuk menghindari SSJ.
- Saran
- Bagi Rumah Sakit
- Rumah sakit mampu memberikan pelajaran yang baik pada klien
- Rumah sakit membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan
- Bagi sesama profesi/perawat
- Perawat selalu melakukan pengawasan 1x24 jam pada klien
- Perawat harus mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan klien
- Bagi keluarga/klien
- Keluarga harus mengawasi dan membatasi aktivitas klien
- Keluarga hasur memberikan nutrisi yang adekuat kepada klien agar kesehatan klien cepat membaik
DAFTAR PUSTAKA
No Name, (1982). Kapita Selekta Kedokteran edisi ke 2. Jakarta FKUI : Media Aesculapius
Doenges (2001). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran
Levere, G.M (2005). Penyakit Kulit. Jakarta : ESIS
Grabe, Mark ( 2006 ). Buku Saku Dokter Keluarga edisi ke 3. Jakarta: EGC
Siregar, Charles ( 2004 ). Farmasi Klinik. Bandung: EGC
http://www.referat-stevenjhonsonemidicine.medscape.com/article/756623/-overviewsjsupport.org/th ( di akses pada tanggal 14 maret 2010 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar