Jumat, 26 November 2010

MAKALAH DM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Penyakit Diabetes Mellitus (DM) memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Karena jika tidak, dampak dari penyakit tersebut akan membawa berbagai komplikasi penyakit serius lainnya, seperti penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, kerusakan system syaraf dan penyakit lainnya.
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah. Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita Diabetes Mellitusnya terbanyak setelah India, China, Uni Sovyet, Jepang, dan Brasil. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta dengan peningkatan sebanyak 230.000 pasien diabetes per tahunnya, sehingga pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita.








1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara nyata dalam merawat pasien dengan Diabetes Mellitus (DM).

1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:
  • Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan Diabetes Mellitus (DM).
  • Mampu melakukan penyelesaian masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan Diabetes Mellitus (DM).
  • Mampu membuat rencana tindakan keperawatan klien dengan Diabetes Mellitus (DM).
  • Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan. Diabetes Mellitus (DM).
  • Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah di lakukan.
  • Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Diabetes Mellitus (DM).














BAB II
KONSEP DASAR

    1. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 200 ).
Diabetes melitus menurut Sylvia Anderson Price adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Menurut Sujono Riyadi diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis.
Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, ocular, neurologik, dan kardiovaskular (Hotma Rumahorbo, 1999).
Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.

    1. Klasifikasi Diabetes Melitus
  1. Tipe I : IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Diabetes melitus yang tergantung insulin. Diabetesa tipe I terjadi karena sel-sel beta pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun (Burnner & Suddarth, 2002: 1220).
Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolute insulin. Penyakit ini disebut diabetes mellitus dependen insulin (DMDI). Pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-laki sedikkit lebih banyak dari pada wanita. Karena insidens diabetes tipe I memuncak pada usia remaja dini, maka dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis. Namun, diabetes tipe I dapat timbul pada segala usia (Burnner & Suddarth, 2002 : 1220).
Pankreas memproduksi sedikit atau tidak memproduksi insulin endogen, dan harus diatasi dengan injeksi insulin untuk mengontrol diabetes dan mencegah ketoasidosis (Sandra M. Nettina, 2002: 108).

  1. Tipe II : NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
Diabetes melitus yang tidak tergantung insulin. Diabetes tipe II terjadi akibat penurunan sensitifitas terhadap insulin (yang disebut resitensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin (Burnner & Suddarth, 2002 :1220).
Diabetes tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes melitus tipe II dianggap sebagai noninsulin dependent diabetes melitus (NIDDM). Biasanya timbul pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun, dan dahulu disebut sebagai awitan dewasa. Pasien wanita lebih banyak daripada pria.
Penyakit yang diakibatkan dari defek pembuatan insulin dan pelepasan dari sel beta serta dari resitensi insulin pada jaringan perifer (Sandra M. Nettina, 2002: 108).


Tipe I: IDDM
Tipe II: NIDDM
C
i
r
i
-
c
i
r
i

K
l
i
n
i
s


  • Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda(< 30 tahun)
  • Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis, dengan penurunan berat yang baru saja terjadi
  • Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi, atau lingkungan
  • Sering memiliki antibodi sel pulau Langerhans
  • Sering memilki antibodi terhadap insulin sekalpun belum pernah mendapatkan terapi insulin
  • Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen


  • Memerlukan insulin untuk mempertahanakan kelangsungan hidup




  • Cenderung mengalami ketosis jika tidak memilki insulin
  • Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik
  • Awitan terjadi di segala usia, biasanya (> 30 tahun)

  • Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat diagnosis

  • Etiologi mencakup fakter obesitas, herediter, atau lingkungan
  • Tidak ada antibodi sel pulau langerhans
  • Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resitensi insulin

  • Mayoritas penderita obesitas dapat mengandalikan kadar glukosa darahnya melalui penurunan berat badan
  • Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak berhasil
  • Mungkin memerlukan insulin dalan waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah hipoglikemia
  • Ketosis jarang terjadi, kecuali dalam keadaan stress atau menderita infeksi
  • Komplikasi akut: sindromhiperosmoler nonketotik

    1. Etiologi
Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
  1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
  2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
  3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
  4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

    1. Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini berkaitan dengan tipe histokompabilitas (Human Leucocyt Antigen/HLA) spesifik. Tipe gen histokompabilitas ini adalah yang memberi kode pada protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari sistem imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan pulau langerhans.
Pada diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Pada tipe ini terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor yang disebabkan oleh berkurangnya tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidakabnormalan reseptor intrinsik insulin. Akibatnya, terjadi penggabungan abnornmal antara komplek reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidak abnormalan posreseptor ini dapat menggangu kerja insulin. (Sylvia A Price:2006)
    Jadi sebagian besar patologi Diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin. Keadaan patologi tersebut akan berdampak hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan starvasi seluler.
  1. Hiperglikemia
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa dalam tubuh akan difasilitasi oleh insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa ini kemudian diolah menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan sel-sel otot proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia).


  1. Hiperosmolaritas
Pada penderita diabetes melitus hiperosmolaritas terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk mengabsorbsi dan memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
  1. Starvasi Seluler
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari starvasi seluler ini terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel antara lain:
    1. Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot dan rasa mudah lelah.
    2. Strarvasi seluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Proses ini akan menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pembentuk protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan melalui urin. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak.
    3. Starvasi juga akan berdampak peningkatan mobilisasi lemak (lipolisis) asam lemak bebas. Trigliserida dan gliserol yang meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan untuk melakukan aktivitas sel.
    4. Starvasi juga akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dan munculnya rasa ingin makan (polifagi).
(Sujono Riyadi, 2008)

Patoflow Diabetes Milletus



    1. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
  1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
  1. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
  1. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
  1. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.
  1. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

Menurut Price (1995) manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut :
  1. DM tergantung insulin / DM Tipe I
Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia,
turunnya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa
minggu, penderita menjadi sakit berat dan timbul ketosidosis dan dapat
meninggal kalau mendapatkan pengobatan dengan segera, biasanya
diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin.

  1. DM tidak tergantung insulin / DM Tipe II
Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, pada
hiperglikemia yang lebih berat, mungkin memperlihatkan polidipsi, poliuri,
lemah, dan somnolen, biasanya tidak mengalami ketoasidosis, kalau hiperglikemia
berat dan idak respon terhadap terapi diet mungkin diperlukan
terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Kadar insulin sendiri
mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi tetapi tidak memadai
untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten
terhadap insulin eksogen.

    1. Komplikasi
  1. Komplikasi Akut
  1. Ketoasidosis Diabetes adalah suatu komplikasi akut yang hampir selalu di jumpai pada klien dengan diabetes tipe I. Kelainan ini ditandai oleh perburukan drastis semua gejala diabetes. Ketoasidosis diabetes dapat timbul setelah stress fisik misalnya kehamilan atau penyakit akut atau trauma.
Pada ketoasidosis diabetes, kadar glukosa darah meningkat secara cepat akibat glukoneogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang progresif. Timbul poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga meningkat (ketosis) akibat pemakaian asam-asam lemak yang hampir total untuk menghasilkan ATP. Keton keluar melalui urin (ketonuria) dan menyebabkan timbulnya bau seperti buah pada napas. Pada ketosis, pH turun dibawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolik dan merangsang hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kussmaul, karena individu berusaha untuk mengurangi asidosis dengan mengeluarkan karbon dioksida.
Individu dengan ketoasidosis diabetes sering mengalami mual dan nyeri abdomen. Dapat timbul muntah-muntah, yang memperparah dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar kalium tubuh total turun akibat poliuria berkepanjangan dan muntah-muntah.
Ketoasidosis diabetes adalah keadaan yang mengancam nyawa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya. Pemberian insulin diperlukan untuk mengembalikan hiperglikemia. Karena kepekaan insulin meningkat seiring dengan penuruna Ph, maka dosis dan kecepatan pemberian insulin harus dipantau secara hati-hati.
  1. Koma Nonketotik Hiperglikemia Hiperosmolar, juga disebut diabetes nonasidotik hiperosmolar, adalah penyulit akut yang dijumpai pada klien dengan diabetes tipe II. Kelaina ini juga merupakan perburukan drastis penyakit. Walaupun tidak rentang mengalami ketosis, klien dengan diabetes tipe II dapat mengalami hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah lebih dari 300 mg per 100 ml.
Hal ini menyebabkan osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol secara tepat pada rentang 275-295 mOsm/l,meningkat melebihi 310 mOsm/l. situasi ini menyebabkan pengeluaran berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, defisit kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20 % pasien, terjadi koma dan kematian. Terapi ditujukan untuk mengganti cairan dan elektrolit. Koma nonketotik hiperglikemik hiperosmotik biasanya dijumpai pada orang tua pengidap diabetes setelah konsumsi makanan tinggi karbohidrat.
  1. Efek Somogyi ditandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya. Penyebab hipoglikemia malam hari kemungkinan besar berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri kemudian menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan.
Hormon-hormon ini merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi harinya terjadi hiperglikemia. Pengobatan untuk efek Somogyi ditunjukan untuk memanipulasi penyuntikan insulin sore hari sedemikian sehingga tidak menimbulkan hipoglikemia. Intervensi diet juga dapat mengurangi efek Somogyi.
  1. Fenomena Fajar (dawn phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5 dan 9) yang tampak disebabkan oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi hari. Fenomena ini dapat dijumpai pada klien dengan diabetes tipe I atau tipe II.
Hormon-hormon yang memperlihatkan variasi sirkadian pada pagi hari adalah kortisol dan hormon pertumbuhan, dimana keduanya merangsang glukoneogenesis. Pada klien dengan diabetes tipe II , juga dapat terjadi penurunan sensitivitas terhadap insulin pada pagi hari, baik sebagai variasi sirkadian normal atau sebagai respon terhadap hormon pertumbuhan atau kortisol.
  1. Komplikasi kronik
Terdapat komplikasi jangka panjang pada diabetes mellitus. Sebagian besar tampaknya disebabkan oleh tingginya konsentrasi glukosa darah, dan berperan menyebabkan morbiditas dan mortalitas penyakit. Komplikasi-komplikasi tersebut mengenai hampir semua organ tubuh.
  1. Sistem Kardiovaskular dipengaruhi oleh diabetes mellitus kronik. Terjadi kerusakan mikrovaskular di arteriol, kapiler, dan venula. Kerusakan makrovaskular terjadi di arteri besar dan sedang. Semua organ dan jaringan di tubuh akan terkena akibat dari gangguan mikro dan makrovaskular ini.
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan membran basal pembuluh-pembuluh kecil. Penyebab penebalan tersebut tidak diketahui tetapi berkaitan langsung dengan tingginya kadar glukosa darah. Penebalan mikrovaskular menyebabkan iskemia dan penurunan penyaluran oksigen dan zat-zat gizi ke jaringan. Selain itu hemoglobin terglikosilasi memiliki afinitas terhadap oksigen yang tinggi sehingga oksigen terikat lebih erat ke molekul hemoglobin. Hal ini menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan berkurang. Asidosis menyebabkan penurunan 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) sel darah merah., yang juga menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen sehingga semakin kecil kemungkina jaringan teroksigenasi secara adekuat.
Hipoksia kronik yang terjadi dapat secara langsung merusak atau menghancurkan sel. Hipoksia kronik dapat menyebabkan timbulnya hipertensi karena jantung dipaksa meningkat curahnya sebagai usaha untuk menyalurkan lebih banyak oksigen ke jaringan iskemik. Ginjal, retina, dan system saraf perifer termasuk neuron sensorik dan motorik somatik, sangat dipengaruhi oleh gangguan mikrovaskular diabetes. Sirkulasi mikrovaskular yang buruk akan mengganggu reaksi imun dan peradangan karena kedua hal ini bergantung pada perfusi jaringan yang baik untuk menyalurkan sel-sel imun dan mediator-mediator peradangan.
  1. Penyakit arteri koroner pada diabetes sangat luas dan sering menimbulkan kematian terutama pada pengidap diabetes tipe II.

  1. Stroke atau cerebral vascular accident adalah akibat diabetes yang sering di jumpai terutama diabetes tipe II, terjadi karena aterosklerosis pembuluh-pembuluh otak dan hipertensi yang menyebabkan pembuluh menjadi lemah dan akibatnya pecah.
  2. Gangguan penglihatan adalah komplikasi jangka panjang diabetes yang sering di jumpai. Ancaman paling serius adalah retinopati, atau kerusakan pada retina karena tidak dapat oksigen. Pada hipoksia kronik akan mengalami kerusakan secara progresif dalam struktur kapilernya, membentuk mikroaneurisma dan memperlihatkan bercak-bercak perdarahan.
Timbul daerah infark(jaringan mati) diikuti oleh neovaskularisasi (pembentukan pembuluh baru), bertunasnya pembuluh-pembuluh lama dan pembentukan jaringan parut, akhirnya timbul edema interstisium dan tekanan intraokulus meningkat, yang menyebabkan kolapsnya kapiler dan saraf yang tersisa sehingga terjadi kebutaan. Diabetes juga berkaitan dengan peningkatan pembentukan katarak dan glaukoma.
  1. Kerusakan ginjal yang sering terjadi adalah di glomerulus, walaupun arteriol dan nefron juga terkena. Akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka panjang, glomerulus seperti sebagian besar kapiler lainnya, menebal. Lesi-lesi sklerotik nodular yang disebut nodul Kimmelstie-Wilson, terbentuk di glomerulus sehingga semakin menghambat aliran darah. Terjadi hipertrofi ginjal akibat peningkatan kerja yang harus dilakukan oleh ginjal pengidap diabetes kronik untuk menyerap ulang glukosa.
  2. Sistem saraf perifer termasuk komponen sensori dan motorik divisi somatik dan otonom, mengalami kerusakan pada diabetes mellitus kronik. Penyakit saraf yang disebabkan oleh diabetes melitus disebut neuropati diabetes. Neuropati diabetes disebabkan oleh hipoksia kronik sel-sel saraf. Sel-sel penunjang saraf, sel Schwann, mulai menggunakan metode alternatif untuk menangani beban peningkatan glukosa kronik, yang akhirnya menyebabkan demielinisasi segmental saraf perifer.
Demielinisasi menyebabkan perlambatan hantaran saraf dan berkurangnya sensitivitas. Hilangnya sensasi suhu dan nyeri meningkatkan kemungkinan klien mengalami cedera yang parah dan tidak disadari.
Kerusakan pada saraf otonom perifer dapat menyebabkan hipotensi postural, perubahan fungsi gastrointestinal, gangguan pengosongan kandung kemih, disertai infeksi saluran kemih dan impotensi pada pria.

    1. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress
  2. Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal
  3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur persentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adlah 5-6%
  4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon terhadap defisisensi intraselular, protein, dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energy. Selama proses perubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton dan hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis.
  5. Kolesterol dan kadar trigleserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan pro[pensitas pada terjadinya aterosklerosis.

Diagnose DM dibuat bila gula darah puasa diatas 140 mg/dL. Selama dua atau lebih kejadioan, dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM (poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, ketonuria, dan kelelahan). Juga, diagnose dapat dibuat bila contoh TTG selam periode 2 jam dan periode lain (30 menit, 60 menit, atau 90 menit) melebihi 200mg/dL.

    1. Penatalaksanaan
  • Diet
  1. Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
  1. Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah ke kadar normal.
  2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
  3. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
  4. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup.
  5. Menyesuaikan berat badan ke berat badan normal
  6. Menberikan modifikasi diet sesuai keadaaan
  7. Menurunkan gula dalam urine menjadi negative
  8. Penentuan jumlah kalori diet pasien DM
Untuk menentukan diet kita harus diketahui terlebih kebutuhan energi dari penderita diabetes mellitus. Kebutuhan itu dapat kita tentukan sebagai berikut:
  1. Menentukan presentase RBW (Relatif Body Weight) atau BBR (Berat Badan Relatif) 
BBR = BB x 100%
TB-100
  1. Menentukan klasifikasi gizi penderita DM:
  • Kurus (underweight) : BBR < 90%
  • Normal      : BBR < 90-100%
  • Gemuk         : BBR >110%
  • Obesitas        : BBR >120%
    • Obesitas ringan  : BBR >120-130%
    • Obesitas sedang :BBR >130-140%
    • Obesitas berat     : BBR > 140%
  1. Menentukan kebutuhan kalori:
  • Kurus         : BBx 40-60 kal/hari
  • Normal    : BBx 30 kal/hari
  • Gemuk    : BBx 20 kal/hari
  • Obesitas    : BBx 10-15 kal/hari
Selain itu juga ada cara lain untuk menentukan kebutuhan kalori yang sesuai untuk mencapai dan mepertahankan berat badan ideal komposisi energi adalah 60 – 70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein dan 20 – 25% dari lemak.
  1. Prinsip diet yang digunakan pasien DM dengan menggunakan prinsip Tepat 3J. yaitu
    • Tepat jumlah bahan makanan
    • Tepat jadwal makan
    • Tepat jenis bahan makanan
  1. Karbohidrat kompleks (serat dan tepung) yang dikonsumsi penderita diabetes mellitus harus ditekankan adanya serat. Sumber serat yang baik adalah buah-buahan dan sayur-sayuran.
  2. Lemak karena prevalemsi penyakit jantung koroner pada diabetes mellitus. Lemak jenuh harus dibatasi sampai sepertiga atau kurang dan kalori lemak yang dianjurkan, dan lemak jenuh harus memenuhi sepertiga dari total kalori lemak.
  3. Alkohol mempunyai banyak hal yang tidak menguntungkan untuk penderita diabetes mellitus. Alkohol dapat memperburuk hiperlipidemia, dam dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan.
  4. Natrium individu dengan diabetes mellitus dianjurkan tidak makan lebih dari 43 gram natrium setiap harinya. Konsumsi yang berlebihan cenderung akan timbul hipertensi.
  • Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih ½ jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rythmiccal Intensify Progressive Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Latihan CRIPE minimal dilakukan selama 3 hari dalam seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan olahraga kesenangannya. Adanya kontraksi otot yang teratur akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa kedalam sel.
Hal yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang sesuai ukuran dan harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia. Penderita diabetes mellitus yang memulai olahraga tanpa makan akan beresiko terjadinya stravasi sel dengan cepat dan akan berdampak pada nekrosis sel.
Sebaiknya jenis aerobik seperti berjalan, joging, bersepeda, berenang, dan senam. Frekuensi 6 kali seminggu dengan intensitas 50-70%. Denyut Nadi Maksimal selama 30-45 menit per yang dilakukan secara bertahap dan teratur sangat baik untuk penderita DM. Jika penderita DM tidak pernah berolahraga dimulai dengan berjalan lambat selama 5 menit dan dinaikkan secara bertahap. Pada setiap sesi latihan, disarankan memulai olahraga dengan pemanasan, peregangan, serta mengakhiri dengan pendinginan selama 5-10 menit. Sebagai pelengkap, angkat beban dapat dilakukan dengan menggunakan beban yang ringan 2 sampai 3 kali per minggu dengan pengulangan 12 sampai 15 kali. Setiap pengulanganan angkat beban per satu setnya 1 sampai 2 set yang dilakukan secara bertahap. Penderita DM dianjurkan berolahraga pada pagi hari dan 1 sampai 2 jam setelah makan. Kadar Gula Darah (KGD) sebaiknya diperiksa sebelum dan setelah berolahraga pada setiap 20-30 menit jika olahraga berlangsung lama.

  • Obat
Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
  1. Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila sel-sel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi kepekatan jaringan terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian obat golongan sulfoniluria adalah: bila berat badan sekitar ideal kurang lebih 10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stress akut, seperti infeksi berat/perasi.
  1. Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Efek samping penggunaan obat ini (metformin) menyebabkan anoreksia, nausea, nyeri abdomen dan diare. Metformin telah digunakan pada klien dengan gangguan hati dan ginjal, penyalahgunaan alkohol, kehamilan atau insufisiensi cardiorespiratory.
  1. Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar insulin. Alfa glukosidase inhibitor dapat menghambat bioavailabilitas metformin. Jika dibiarkan bersamaan pada orang normal.
  1. Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakolagi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabakan hipoglikemia.
  • Insulin
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya 3 jenis yang penting menurut cara kerjanya yakni menurut Junadi, 1982, diantaranya adalah:
  1. Yang kerjanya cepat: RI (Regular insulin) dengan masa kerja 2-4jam contoh obatnya: Actrapid.
  2. Yang kerjanya sedang: NPN, dengan masa kerja 6-12jam.
  3. Yang kerjanya lambat: PZI (protamme Zinc Insulin) masa kerjanya 18-24jam.

Pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu dimulai dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa darah. Selalu dimulai dengan RI, diberikan 3 kali (misalnya 3 x 8 unit) yang disuntikkan subkutan ½ jam sebelum makan. Jika masih kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap suntikan. Setelah keadaan stabil RI dapat diganti dengan insulin kerja sedang atau lama PZI mempunyai efek maksimum setelah penyuntikan.
PZI disuntik 1/4 jam sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis total RI sehari. Dapat pula diberikan kombinasi RI dengan PZI diberikan sekali sehari. Misalnya semula diberikan RI 3 x 20 unit dapat diganti dengan pemberian RI 20 unit dan PZI 30 unit.

    1. Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan terbagi menjadi beberapa tipe.
  1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan kepada orang-orang yang termasuk ke dalam kategori beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit ini tapi berpotensi untuk mendapatkannya. Untuk pencegahan secara primer, sangat perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes melitus, serta upaya yang dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Edukasi berperan penting dalam pencegahan secara primer.
  • Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.
  • Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga berat badan agar tetap ideal.
  • Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat.
  1. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun. Edukasi mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat.
  • Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat dicegah.
  • Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama individu/populasi.
  • Kalaupun ada komplikasi masih reversible / kembali seperti semula.
  • Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obat-obatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga.
  1. Pencegahan tersier
Jika penyakit menahun diabetes melitus terjadi kepada Anda, maka para ahli harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi penderita sedini mungkin sebelum penderita mengalami kecacatan yang menetap. Contohnya saja, acetosal dosis rendah (80 – 325 mg) dapat diberikan secara rutin bagi pasien diabetes melitus yang telah memiliki penyakit makroangiopati (pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, pembuluh darah kapiler retina mata, pembuluh darah kapiler ginjal). Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan.
  • Upaya dilakukan untuk semua penderita DM untuk mencegah komplikasi.
  • Mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak terjadi kegagalan organ.
  • Mencegah kecacatan akibat komplikasi yang ditimbulkan.




    1. Asuhan Keperawatan
    1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
  • Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan pasien yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh pasien.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami pasien sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit pasien.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

      1. Diagnosa Keperawatan
      1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
      2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
      3. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia, penurunan fungsi leukosit
      4. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
      5. Kurang Pengetahuan (kebutuhan belajar),mengenai penyakit ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
      6. Kelelahan
      7. Ketidakberdayaan

      1. Rencana Keperawatan
    1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan: mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
Rasilonal
1. Pantau tanda-tanda vital

2. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa

3. Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urin

4. Timbang BB setiap hari



5.Berikan terapi cairan sesuai indikasi 
1. Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi
2. Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat
3. Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan
4. Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti
5. Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual

    1. Diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan: meningkatkan asupan nutrisi
Kriteria Hasil:
  • mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
  • menunjukkan tingkat energi seperti semula
  • berat badan stabil atau bertambah
Intervensi
Rasional
1. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien
2. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi

3. Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural


4. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi

5. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi
1. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik


2. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
3. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat di upayakan setelah pulang
4. Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
5. Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa kedalam sel.

    1. Diagnosa keperawatan: Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemia atau penurunan fungsi leukosit
Tujuan: mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
Kriteria hasil: mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Intervensi
Rasional
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan


2. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif

3. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh
1. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial
2. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman
3. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menyebabkan peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit dan infeksi

    1. Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glikosa atau insulun dan atau elektrolit
Tujuan: mempertahankan tingkat kesadaran atau orientasi
Kriteria hasil: mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori
Intervensi
Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental
2. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhan
3. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha atau kaki
1. Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2. Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas
3. Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/ distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan

e. Diagnosa Keperawatan : Kurang Pengetahuan (kebutuhan belajar),mengenai penyakit ,prognosis dan kebutuhan pengobatan
  • Dapat dihubungkan dengan
  1. Kurang pemanjanan /mengingat ,kesalahan interprestasi informasi
  2. Tidak mengenal sumber informasi
  • Kemunkinan dibuktikan oleh
  1. Pertanyaan /meminta informasi mengungkapkan masalah
  2. Ketidakakuratan mengikuti instruksi terjadinya komplikasi yang dapat dicegah
  • Hasil yang diharapkan kriteria evaluasi-pasien
  1. Mengungkapakan pemahaman tentang penyakit
  2. Mengindentifikasikan hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab
  3. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskanrasional tindakan
  4. Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasidalam program pengobatan
Tindakan /intervensi
Rasional
Mandiri
Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien
Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebalum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar
Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama pasien dengan prinsip-prinsip
Pilih berbagai strategi belajar seprti teknik demonstrasiyang memerlukan keterampilan dan biarkan pasien medontrasikan ulang ,gabungkan keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah sakit sehari-hari
Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkat pada individu yang belajar
Diskusi topik-topik utama seperti:
Apakah kadar glukosa dengan itu dan bagaiman hal tersebut dibandingkan dengan kadar gula darah pasien ,tipe DM yang dialami pasien ,hubungan antara kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi
Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup
Rasional terjadinya serangan ketoasidosis
Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk menghindari kambuhnya
Komplikasi penyakit akut dan kronis meliputi gangguan penglihatan (retinopati)perubahan dalam neurosensorin dan kadiovaskuler,perubahan fungsi ginjal/hipertensi
Kesadaran tentang apa yang terjadi membantu pasien untuk lebih konsisten terhadap perawatannya dan mencegah komplikasi
Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”dan beri kesempatan pasien untuk mendemontrasikan kembali.Instukrusikan pasien untuk pemeriksaan keton urinenya jika glukosa darah lebih tinggi dari 250mg/dL
Melakukan pemerikasaan gula darah olrh diri sendiri 4kali atau lebih dalam setiap harinya memungkinkan fleksibilitas dalam perawatan diri,meningkatkan kontrol kadar gula darah dengan ,lebih ketat(mis,60-150mg/dL)dan dapat mencegah perkembangan kompliasi jangka panjang
Diskusikan tentang rencana diet,penggunaan makanan tinggi serta dan cara untuk melakukan makan diluar rumah
Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan /mentaati program
Tinjau ulang program pengobatan meliputi lamanya dosis
Pemahamaan tentang semua aspek yang digunakan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.algoritme dosis dibuat yang masuk dalam perhitungan dosis obat

f. Kelelahan
  • Dapat dihubungkan
  1. Penurunan produksi energi metabolik
  2. Perubahan kimia darah:Insufisiensi insulin
  3. Peningkatan kebutuhan energi:status hipermetabolik/infeksi

  • Kemungkinandibuktikan oleh
  1. Kurang energiyang berlebihan ,ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasanya penurunan kinerja,kecenderungan untuk kecelakaan

  • Hasil yang diharapkan kriteria evaluasi-pasien akan
  1. Mengungkapkan peningkatan tingkat energi
  2. Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan


Tindakan /intervensi
Rasional
Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas .buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan
Pendidikan dapat memerikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah
Berikan aktivitas alternatif denga periode istirahat yang cukup /tanpa digangu
Mencegah kelelahan yang berlebihan
Pantau nadi frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum /sesudah melakukan aktivitas
Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis
Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi ,berpindah tempat dan sebagainya
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi
Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien

g. Ketidak Berdayaan
  • Dapat dihubungkan dengan
  1. Penyakit jangka panjang /progresif yang tidak dapat diobati
  2. Ketergantungan pada orang lain
  • Kemungkinan dibuktikan oleh
  1. Penolakan untuk mngekspresikan perasaan sebenarnya:ekspresit tentang mengalami situasi tidak terkontrol
  2. Apatis menarik diri,marah
  3. Tidak memantau kemajuan tidak berpartisipasi dalam perawatan /pembuatan keputusan
  4. Penekanan terhadap penyimpangan/komplikasi fisik meskipun pasien bekerja sama dengan aturan
  • Hasil yang diharapkan kriteria evaluasi-pasien akan
  1. Mengakui perasaan putus asa
  2. Mengidentifikasin cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan
  3. Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatandiri
Tindakan /intervensi
Rasional
Mandiri
Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan
Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah
Akui normalitas dari perasaan
Pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu pasien untuk memecahkan masalah dan mencari bantuan sesuai kebutuhan .kontrol terhadap DM merupakan pekerjaan yang terus-menerus yang bertindak sebagai pengikat konstan terhadap munculnya penyakit serta ancaman terhadap kehidupan /kesehatan pasien
Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya dimasa lalu,identifikasi lokus kontrol
Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan pasien yang mempunyai lokus pusont kontrol internal biasanya memperlihatkan cara untuk meningkatkan kontrol terhadap program pengobatan sendiri ,pasien yang bertindak dengan lokus eksternal ingin dirawat oleh orang lain atau mungkin akan mengendalikan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya
Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengespresikan perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membantu sepenunya pasien
Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatankelyarga untuk memecahkan masalah untuk membantu mencegah terulangnya peyakit pada pasien
Tentukan tujuan /harapan dari pasien atau keluarga
Harapan yang tidak realitis atau adanya tekanan dari oaranglain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi /kehilangan kontrol diri mungkin menggangu kemampuan koping
Tentukan apakah ada perubahan yang berhubungan dengan orang terdekat
Tenaga dan pikiran yang konstan diperlukan untuk mengendalikan diabetik yang seringkali memindahkan fokus hubungan ,perkembangan psikologis/neuropati viseral mempengaruhi konsep dirimungkin menambah keadaan stres
Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatnya seperti ambulasi,waktu berakitivitas,dan seterusnya
Mengkomuniasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan
Berikan dukungan pasa pasien unutk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya
Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi

      1. Pelaksanaan Keperawatan / Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan Pada tahap ini Anda siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase implementasi/pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan pengumpulan data.

      1. Eavaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dan melibatkan pasien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak, dan untuk melakukan pengkajian ulang.

BAB III
KASUS

Seorang laki – laki asal Sumatra, tuan.H usia 34 th masuk rumah sakit ke ruang emergency setelah ditemukan keluarga dalam keadaan pingsan oleh istrinya. Tuan.H memang sudah di diagnosa dengan diabetes mellitus sejak 12 bulan yang lalu.
Pasien mendapatkan terapi insulin 48 unit sehari : 12 unit regular insulin (RI) ditambah dengan 20 unit NPH sebelum sarapan pagi dan 8 unit RI sebelum makan malam serta 8 unit NPH sebelum tidur. Pasien juga mempunyai riwayat penyakit influenza selama 1 minggu, mengalami muntah dan mual.
Pasien tidak mendapatkan insulin sejak 2 hari yang lalu karena sulit untuk menghabiskan makanannya.
Pemeriksaan fisik :
  • Nafas dalam dan cepat berbau aseton
  • Kulit kering
Hasil pemeriksaan penunjang :
  • Gula darah 730 mg/dl
  • pH darah 7.263


Trigger question :
  1. jelaskan secara singkat patofisiologi terjadinya ketoasidosis pada Tn. H ?
  2. Apa manifestasi klinis yang terlihat pada Tn. H ini ?
  3. Apa factor pencetus terjadinya ketoasidosis pada Tn.H ?
  4. Apa yang membedakan kasus ini dengan hipoglikemia ?
  5. Pendidikan kesehatan apa yang harus diberikan pada Tn.H dan keluarganya ?
  6. Peran apa yang harus dilakukan oleh istri Tn.H untuk manajemen diabetes mellitus yang di alami Tn.H ?
  7. Berdasarkan data pengkajian yang didapatkan, tuliskan satu atau lebih diagnosis keeratan yang tepat untuk kasus Tn.H ini ?
  8. Apakah ada masalah kolaboratif pada kasus Tn.H ini ?


Answer..

  1. Patofisiologi terjadinya ketoasidosis adalah
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
  1. Manifestasi klinis Tn. H
Hiperglikemia yang berat, gula darah : 730mg/dl
Mual dan muntah
Nafas dalam dan cepat, berbau aseton
Kulit kering
Lemah
  1. Factor pencetus terjadinya ketoasidosis pada Tn. H
Pasien mempunyai riwayat penyakit influenza selama 1 minggu, mengalami muntah dan mual .
Jumlah insulin yang berkurang karena Tn H tidak mendapatkan insulin sejak 2 hari yang lalu karena sulit untuk menghabiskan makanannya.
  1. Apa yang membedakan kasus ini dengan hipoglikemia
Pada kasus ini klien mengalami diabetes ketoasidosis karena kadar gula darahnya tinggi mencapai 730 mg/dl dan PH darah :7.263, sedangkan hipoglikemia merupakan penurunan kadar gula darah sampai 50 mg/ 100 ml darah.
  1. Pendidikan kesehatan apa yang harus diberikan pada Tn.H dan keluarganya
Pendidikan pasien dan pemeliharaan kesehatan :
    1. untuk mencegah episode lanjut dari DKA, ajarkan pasien untuk mengidentifikasi dan melaporkan tanda dan gejala dini dari DKA.
    2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan meghindari kejadian pencetus dari DKA.
    3. Instruksikan pasien dalam pedoman hari sakit:
    1. jangan pernah mengabaikan dosis insulin ketika sakit.
    2. bila glukosa darah lebih besar dari 240 mg/dL tes urine untuk keton.
    3. minum 180 cc sampai 240cc cairan setiap jam.
    4. bila tidak dapat makan, minum cairan dengan karbonhidrat.
  1. Peran apa yang harus dilakukan oleh istri Tn.H untuk manajemen diabetes mellitus yang di alami Tn.H ?
Pendidikan keluarga dan pemeliharaan kesehatan :
    1. ajarkan keluarga tentang pengaruh latihan, stress emosional, dan penyakit lain pada kebutuhan insulin dan diet.
    2. Ajarkan orangtua untuk mengenali gejala syok insulin dan DKA serta meninjau ulang pelaksanaan terdaruratan.
    3. Ajarkan keluarga penyebab tanda dan gejala dan pengobatan hipoglikemia.
    4. Instruksikan keluarga mengenai pencegahan infeksi.
    5. Izinkan klien membawa kartu atau gelang waspada medis.
  1. Berdasarkan data pengkajian yang didapatkan, tuliskan satu atau lebih diagnosis keeratan yang tepat untuk kasus Tn.H ini ?
  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, ketidakcukupan insulin
  2. kekurangan volume cairan b.d kehilangan gastrik berlebihan : mual , muntah
  3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b.d kurangnya informasi.
  1. Masalah kolaboratif pada kasus Tn.H ini adalah
Pada kasus : stress terhadap kebiasaan makan yang harus dirubah
Yang akan timbu l : anoreksia pada Tn. H











Asuhan Keperawatan
Analisa Data
No
Data Subyektif dan data Obyektif
Masalah
Etiologi
1
DS : -
DO :1.klien mendapatkan terapi insulin 48 unit / hari : 12 unit regular insulin (RI) ditambah dengan 20 unit NPH sebelum sarapan pagi dan 8 unit RI sebelum makan malam serta 8 unit NPH sebelum tidur.
2.klien mempunyai riwayat influenza selama 1 minggu, dan mengalami mual dan muntah
3.klien tidak mendapatkan insulin selama 2 hari karena sulit untuk menghabiskan makanannya .
3.nafas berbau aseton
4.gula darah : 730mg/dl
Data Tambahan :
Kaji BB dan TB
Kaji pola makan dan gaya hidup
Kaji kebutuhan nutrisi sesuai berat badan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
anoreksia, ketidakcukupan insulin
2
DS : -
DO :
1.Klien mual muntah
2.Klien nafas dalam dan cepat, berbau aseton
3.kulit kering
4.Gula darah 730mg/dl
Data Tambahan :
Kaji TTV : suhu, nadi, respirasi
Pemeriksaan fisik : membran mukosa bibir, konjungtiva,
Kaji intake dan output cairan
Kaji haluaran urin
Inspeksi kulit
kekurangan volume cairan
kehilangan gastrik berlebihan : mual , muntah
3
DS : -
DO : 1. Pasien tidak mendapatkan insulin sejak 2 hari yang lalu karena sulit untuk menghabiskan makanannya.
Data Tambahan :
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
Keluarga klien banyak bertanya pada perawat tentang kondisi klien
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
Kurangnya informasi

Diagnosa Keperawatan
  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, ketidakcukupan insulin
  2. kekurangan volume cairan b.d kehilangan gastrik berlebihan : mual , muntah
  3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b.d kurangnya informasi.


Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Kep.
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, ketidakcukupan insulin
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat teratasi
KH : klien sudah mau makan, tidak mual muntah, influenza tidak ada, gula darah normal 200-300 mg/dL, nafas tidak berbau aseton
1. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien
2. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi


3. Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural


4. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi


5. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi
1. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik


2. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
3. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat di upayakan setelah pulang
4. Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien

5. Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa kedalam sel
2
kekurangan volume cairan b.d kehilangan gastrik berlebihan : mual , muntah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kekurangan volume cairan dapat teratasi
KH : tidak mual muntah, turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab, konjungtiva merah muda, nafas tidak dalam normal 18 – 20 kali / menit.
1. Pantau tanda-tanda vital


2. kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa

3. Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urin




4. Timbang BB setiap hari





5. berikan terapi cairan sesuai indikasi 
1. Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi
2. Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat

3. Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan

4. Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti

5. Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual
3
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan b.d kurangnya informasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet perawatan dan pengobatan dapat teratasi .
KH : klien dan keluarga mengerti tentang kondisi penyakit klien, klien dan keluarga bisa mengaplikasikan penkes dalam kehidupan sehari – hari .
1. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien

2. Pilih berbagai strategi belajar seprti teknik demonstrasiyang memerlukan keterampilan dan biarkan pasien medontrasikan ulang ,gabungkan keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah sakit sehari-hari

3. Diskusi topik-topik utama seperti:
Apakah kadar glukosa dengan itu dan bagaiman hal tersebut dibandingkan dengan kadar gula darah pasien ,tipe DM yang dialami pasien ,hubungan antara kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi
4. Rasional terjadinya serangan ketoasidosis

5. Diskusikan tentang rencana diet,penggunaan makanan tinggi serta dan cara untuk melakukan makan diluar rumah
1. Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebalum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar
2. Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkat pada individu yang belaaajar





3. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup






4. Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk menghindari kambuhnya
5. Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan /mentaati program


BAB IV
PEMBAHASAN

Secara teori, penyakit diabetes melitus ditandai dengan Poliuri (banyak kencing) yang disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing, Polidipsi (banyak minum) yang disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum, Polipagi (banyak makan) yang disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah, Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang yang disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus, Pandangan mata kabur yang disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak dan akan timbul ketosidosis.
Pada kasus ini klien mengalami diabetes ketoasidosis karena kadar gula darahnya tinggi mencapai 730 mg/dl dan PH darah :7.263 sehingga klien mendapatkan terapi insulin 48 unit sehari : 12 unit regular insulin (RI) ditambah dengan 20 unit NPH sebelum sarapan pagi dan 8 unit RI sebelum makan malam serta 8 unit NPH sebelum tidur. Klien juga merasa mual dan muntah, nafas dalam dan cepat serta berbau aseton, kulit kering, dan tubuh terasa lemah.
Oleh sebab itu klien harus pantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan oleh klien, jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar, dan jenis makanan harus diperhatikan. Klien juga diharuskan untuk mengikuti terapi insulin, terapi oral, terapi nutrisi, pemantauan gula darah, dan pendidikan tentang perawatan diri.

BAB V
PENUTUP

    1. Simpulan
Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, ocular, neurologik, dan kardiovaskular. Diabetes mellitus dibagi 2, yaitu :tipe I : IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus) diabetes melitus yang tergantung insulin dan tipe II : NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) diabetes melitus yang tidak tergantung insulin. Pengobatan untuk penderita DM berupa kegiatan pengelolaan yaitu :menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin ( gejala DM ) dan mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dsb.

    1. Saran

Gejala penyakit diabetes mellitus adalah rasa haus, banyak BAK,berat badan turun, rasa lapar,badan lemas,rasa gatal,kesemutan,mata kabur,kulit kering,gairah sex lemah. Apabila sudah terjadi gejala-gejala di atas, diharapkan penderita langsung memeriksakan ke rumah sakit agar dapat ditindak lanjuti dan mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut. Apabila gejala penyakit sudah timbul maka diharapkan keluarga atau orang terdekat klien ikut mengawasi aktivitas yang dilakukan klien untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan








DAFTAR PUSTAKA

Corwin,elizabet.J.2000.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:EGC
Nettina,sandra.M.2002.Pedoman Praktek Keperawatan.Jakarta:EGC
Smeltzer,suzanne.C & Barre,brenda.G.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta:EGC
Suzanne martin tucker,dkk.1998.Standart Perawatan Pasien.Jakarta:EGC
Underwood, JCE.2000.Patologi Umum Sistemik Edisi 2.Jakarta:EGC
diabetes-mellitus-dm.blogspot.com(Diunduh pada tanggal 28 mei pukul 18.30 WIB)
http://diabetes.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=13( Diunduh pada tanggal 29 mei 2010 pukul 20.45 WIB)
http://www.smallcrab.com/diabetes/509-pencegahan-diabetes (Diunduh pada tanggal 30 mei 2010 pukul 12.00 WIB)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar