Jumat, 10 Desember 2010

ASKEP RHEMATOID Artitis

Pengertian:
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun (penyakit yang terjadi karena tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuh sendiri) sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.
( Susan Martin Tucker.1998 )

Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. ( Diane C. Baughman. 2000 )

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif Mansjour. 2001 )
Penyakit artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit sistemik yang bersifat progresif, yang mengenai jaringan lunak dan cenderung untuk menjadi kronis. Jadi, sebenarnya terlibatnya sendi pada penderita-penderita penyakit AR ini pada tahap berikutnya setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Penyakit ini disebabkan karena adanya inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial. Artritis rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Artritis reumatoid juga bisa menyebabkan sejumlah gejala di seluruh tubuh. Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari jumlah penduduk, dan wanita 2-3 kali lebih sering dibandingkan pria. Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun.
Etiologi
Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius, disebabkan oleh peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut. Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak dapat ditunjukkan memiliki hubungan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-DW4 (Human Leukocyte Antigens) dan HLA-DR5 pada orang Kaukasia. Namun pada orang Amerika, Afrika, Jepang, dan Indian Chippewa hanya ditentukan kaitan dengan HLA-DW4. Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi, protease, kolagenase, dan enzim hidrolitik lainnya. Enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama – sama dengan radikal O2 dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi atau vaskuler yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi destruksi, kolagen, dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut
  • Faktor Predisposisi
Artritis reumatoid menyerang perempuan sekitar dua setengah kali lebih sering dari pada laki – laki, dengan insiden puncak antara usia 40 dan 60 tahun, bermanifestasi sebagai nyeri atau kaku pada persendian, bengkak, sakit, rasa panas, dan kemerahan. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan sistem imun pada jaringan sendi yang menurun.
  • Faktor Pencetus
Beberapa faktor pencetus dari atritis reumatoid yang banyak menyebabkan gejala, meliputi :
1. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan
Aktifitas klien dengan usia yang sangat lanjut sangatlah membutuhkan perhatian yang lebih, karena ketika klien dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan lagi untuk banyak bergerak, akan memberatkan kondisi klien yang menurun terlebih lagi sistem imun yang sangat buruk. Sehingga klien dengan sistem imunitas tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan perhatian lebih untuk mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang berlebih. Hal ini dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal klien yang tidak lagi seperti usianya beberapa tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas maksimal.
2. Lingkungan
Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan yang sangat mendukung. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan kelumpuhan.
  • Faktor Resiko
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya AR, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya AR semakin meningkat dengan bertambahnya umur. AR hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena AR lutut dan sendi, dan lelaki lebih sering terkena AR paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi AR kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi AR lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis AR.
3. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya AR missal, pada ibu dari seorang wanita dengan AR pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering AR pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa AR.
4. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada AR nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya AR paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. AR lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Obesitas (Kegemukan)
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya AR baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan AR pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan AR sendi lain (tangan atau sternoklavikula)Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya AR baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan AR pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan AR sendi lain (tangan atau sternoklavikula).












Patofisiologi



Manifestasi klinik
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang artrutis rheumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat bersamaan oleh karena itu penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat berfariasi.
  1. gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
  2. poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hamper semua sendi diartrodial dapat terserang.
  3. kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
  4. arthritis erosive: merupakan cirri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang klronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.
  5. deformitas: kerusakan struktue penunjang sendi meningkat dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari sublukasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
  6. nodul-nodul rheumatoid: adalh massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nudula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
  7. manifestasi ekstra-artikular: arthritis rheumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Jantung(perikarditis), paru-paru(pleuritis), mata dan pembuluh darah dapat rusak.

Manifestasi klinis arthritis rheumatoid sangat berfariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan , panas, eritema dan gangguan fungsi pada sendi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk arthritis rematoid. Palpasi sendi akan mengungkapkan jaringan yang lunak seperti spons atau busa. Cairan dapat diaspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi.
Pola yang khas pada kelainan sendi ini dimulai dengan sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan dan kaki. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, sendi lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, vertebra sevikalis dan sendi temporomandibuler turut terkena. Awitan gejala biasanya akut; gejala biasanya bilateral dan simetris. Disamping nyeri dan pembengkakan pada sendi, tanda klasik arthritis rheumatoid yang lain adalah kekakuan sendi, khususnya pada pagi hari yang berlangsung lebih dari 30 menit.
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun dalam stadium penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sandi-sandi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak serta nyeri tidak mudah digerakkan, dan pasien cenderung menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak.
Deformitas tangan dan kaki sering dijumpai pada arthritis rheumatoid. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi(misalignment) yang terjadi akibat pembengkakan, destruksi sendi yang progresif subluksasio (dislokasi parsial) yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi.
Arthritis rheumatoid merupakan penyakit sistemik dengan gejala ekstra-artikuler yang multiple. Gejala yang paling sering ditemukan adalh demam, penurunan berat badan, keadaan mudah lelah, anemia, pembesaran kelenjar limfe dan fenomena raynaud (vasospasme yang ditimbulkan oleh cuaca dingin dan stress sehingga jari-jari menjadi pucat atau sianosis). Nodul rheumatoid dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit arthritis rheumatoid lanjut; nodul tersebut terdapat pada 20% hingga 25% pasien. Nodul rheumatoid biasanya tidak nyeri tekan dan bias digerakkan dalam jaringan subkutan; biasanya nodul ini terdapat pada daerah tonjolan tulang seperti daerah siku, memiliki ukuran yang bervariasi dan dapat menghilang spontan. Nodul hanya terjadi pada orang yang memiliki factor rheumatoid. Kerapkali nodul rheumatoid menyertai penyakit dengan perjalanan yang progresif cepat dan bersifat destruktif. Gejala ekstra-artikuler lainnya mencakup arteritis, neuropati, skleritis, perikarditis, splenomegali dan sindrom sjogren (mata serta membrane mukosa yang kering.)
Tanda dan gejala utama rheumatoid arthritis adalah rasa sakit dan pembengkakan di persendian,hangat, dan menurunnya ROM.Manifestasi sistemik sebelum gejala tampak adalah mencakup rasa sakit di otot,anorexia,dan rasa lelah.Kekakuan pada banyak persendian di pagi hari biasanya akan berlangsung lebih dari 30 menit dan sering mencakup persendian simetris.Nodul kaku dan tidak lemas akan tumbuh di atas tonjolan pada tulang.Deformitas khusus mencakup deformitas leher angsa pada tangan (hyperekstensi sendi interphalangeal proximal),deformitas boutonniere(fleksi pada sendi interphalangeal proximal) dan ulnar drift(tulang ulna mengapung).Sendi-sendi yang kecil dari tangan,pergelangan tangan dan kaki sering terkena penyakit ini.Gejala sistemik seperti malaise/rasa tidak enak badan,anorexia,berkurangnya berat badan dikarenakan rasa sakit yang kronis dan demam tingkat rendah akan terus berlanjut saat penyakit semakin bertambah parah.
Studi Laboratori menunjukkan naiknya ESR,normochromic atau hypochromic anemia dan faktor rheumatoid positif (molekul M[IgM] immunoglobulin aktif kembali dengan naiknya titer).Banyak pasien yang menderita antinuclear antibodies dan peningkatan immunoglobulin G[IgG].Studi radiologi menunjukkan adanya pembengkakan pada jaringan lunak dan penyakit osteoporosis pada tingkat awal dan penyempitan ruangan persendian dengan kerusakan pada tulang rawan,deformitas(perubahan bentuk),ankylosis dan subluksasi dalam tahap berikutnya.
Pemeriksaan Diagnostik
  1. Pemeriksaan laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
  Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.
2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena
Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid

Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
Reaksi-reaksi aglutinasi :
 Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
  • Medikal
Tujuan dari penatalaksanaan termasuk penyuluhan, keseimbangan antara istirahat dan latihan, dan rujukan lembaga di komunitas untuk mendapatkan dukungan.
  1. AR dini : penatalaksanaan pengobatan termasuk dosis terapeutik salisilat atau obat – obat antiinflamasi nonsteroid ( NSAIDS ); antimalaria emas, pensilamin, atau sulfasalazin, methotreksat; analgetik selama periode nyeri hebat.
  2. AR sedang , erosit: program formal terapi okupasi dan terapi fisik.
  3. AR persisten, erisif; pembedahan rekonstruksi dan kortikosteroid.
  4. AR tahap lanjut yang tak pulih: preparat immunosupresif, seperti metotreksat, siklosfosfamid, dan azatioprin.
  5. Pasien AR sering mengalami anoreksia, penurunan berat badan, dan anemia, sehingga membutuhkan pengkajian riwayat diit yang sangat cermat untuk mengidntifikasi kebiasaan makan dan makanan yang disukai. ( kortikosteroid dapat menstimulasi napsu makan dan menyebabkan penambahan berat badan ).    

PENGOBATAN

Prinsip dasar dari pengobatan artrtitis rematoid adalah mengistirahatkan sendi yang terkena, karena pemakaian sendi yang terkena akan memperburuk peradangan.
Mengistirahatkan sendi secara rutin seringkali membantu mengurangi nyeri.
Pembidaian bisa digunakan untuk imobilisasi dan mengistirahatkan satu atau beberapa sendi, tetapi untuk mencegah kekakuan, perlu dilakukan beberapa pergerakan sendi yang sistematis.
Obat-obatan utama yang digunakan untuk mengobati artritis rematoid adalah obat anti peradangan non-steroid, obat slow-acting, kortikosteroid dan obat imunosupresif.
Biasanya, semakin kuat obatnya, maka semakin hebat potensi efek sampingnya, sehingga diperlukan pemantaun ketat.
Obat anti peradangan non-steroid.
Yang paling banyak digunakan adalah aspirin dan ibuprofen.
Obat ini mengurangi pembengkakan pada sendi yang terkena dan meringankan rasa nyeri.
Aspirin merupakan obat tradisional untuk artritis rematoid; obat yang lebih baru memiliki lebih sedikit efek samping tetapi harganya lebih mahal.
Dosis awal adalah 4 kali 2 tablet (325 mgram)/hari.
Telinga berdenging merupakan efek samping yang menunjukkan bahwa dosisnya terlalu tinggi.
Gangguan pencernaan dan ulkus peptikum, yang merupakan efek samping dari dosis yang terlalu tinggi, bisa dicegah dengan memakan makanan atau antasid atau obat lainnya pada saat meminum aspirin.
Misoprostol bisa membantu mencegah erosi lapisan lambung dan pembentukan ulkus gastrikum, tetapi obat ini juga menyebabkan diare dan tidak mencegah terjadinya mual atau nyeri perut karena aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya.
Obat slow-acting.
Obat slow-acting kadang merubah perjalanan penyakit, meskipun perbaikan memerlukan waktu beberapa bulan dan efek sampingnya berbahaya.
Pemakaiannya harus dipantau secara ketat.
Obat ini biasanya ditambahkan jika obat anti peradangan non-steroid terbukti tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera jika penyakitnya berkembang dengan cepat.
Yang sekarang ini digunakan adalah senyawa emas, penisilamin, hydroxycloroquinine dan sulfasalazine.
1. Senyawa emas.
Senyawa emas berfungsi memperlambat terjadinya kelainan bentuk tulang. Biasanya diberikan sebagai suntikan mingguan.
Suntikan mingguan diberikan sampai tercapai dosis total 1 gram atau sampai timbulnya efek samping atau terjadinya perbaikan yang berarti.
Jika obat ini efektif, dosisnya dikurangi secara bertahap.
Kadang perbaikan dicapai setelah diberikannya dosis pemeliharaan selama beberapa tahun.
Senyawa emas bisa menimbulkan efek samping pada beberapa organ, karena itu obat ini tidak diberikan kepada penderita penyakit hati atau ginjal yang berat atau penyakit darah tertentu.
Sebelum pengobatan dimulai dan setiap seminggu sekali selama pengobatan berlangsung, dilakukan pemeriksaan darah dan air kemih.
Efek sampingnya berupa ruam kulit, gatal dan berkurangnya sejumlah sel darah.
Jika terjadi efek samping yang serius, maka pemakaiannya segera dihentikan.
2. Penisilamin.
Efeknya menyerupai senyawa emas dan bisa digunakan jika senyawa emas tidak efektif atau menyebabkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi.
Dosisnya secara bertahap dinaikkan sampai terjadinya perbaikan.
Efek sampingnya adalah penekanan terhadap pembentukan sel darah di dalam sumsum tulang, kelainan ginjal, penyakit otot, ruam kulit dan rasa tidak enak di mulut. Jika terjadi efek samping tersebut, maka pemakaian obat harus dihentikan.
Obat ini juga bisa menyebabkan miastenia gravis, sindroma Goodpasture dan sindroma yang menyerupai lupus.
Selama pengobatan berlangsung, dilakukan pemeriksaan darah dan air kemih setiap 2-4 minggu sekali.
3. Hydroxycloroquine.
Digunakan untuk mengobati artritis rematoid yang tidak terlalu berat.
Efek sampingnya biasanya ringan, yaitu berupa ruam kulit, sakit otot dan kelainan mata. Tetapi beberapa kelainan mata bisa menetap, sehingga penderita yang mendapatkan obat ini harus memeriksakan matanya sebelum dilakukan pengobatan dan setiap 6 bulan selama pengobatan berlangsung.
Jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan, maka pemberian obat ini dihentikan. Jika terjadi perbaikan, pemakaian obat ini bisa dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan.
4. Sulfasalazine.
Obat ini semakin banyak digunakan untuk mengobati artritis rematoid.
Dosisnya dinaikkan secara bertahap dan perbaikan biasanya terjadi dalam 3 bulan.
Sulfasalazine bisa menyebabkan gangguan pencernaan, kelainan hati, kelainan sel darah dan ruam kulit.
Kortikosteroid.
Kortikosteroid (misalnya prednison) merupakan obat paling efektif untuk mengurangi peradangan di bagian tubuh manapun.Kortikosteroid efektif pada pemakaian jangka pendek dan cenderung kurang efektif jika digunakan dalam jangka panjang, padahal artritis rematoid adalah penyakit yang biasanya aktif selama bertahun-tahun.
Kortikosteroid biasanya tidak memperlambat perjalanan penyakit ini dan pemakaian jangka panjang menyebabkan berbagai efek samping, yang melibatkan hampir setiap organ.
Efek samping yang sering terjadi adalah penipisan kulit, memar, osteoporosis, tekanan darah tinggi, kadar gula darah yang tinggi dan katarak.
Karena itu obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi kekambuhan yang mengenai beberapa sendi atau jika obat lainnya tidak efektif.
Kortikosteroid juga digunakan untuk mengobati peradangan diluar sendi, seperti peradangan selaput paru-paru (pleuritis) atau peradangan kantong jantung (perikarditis).
Untuk menghindari resiko terjadinya efek samping, maka hampir selalu digunakan dosis efektif terendah.
Obat ini bisa disuntikkan langsung ke dalam sendi, tetapi bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang, terutama jika sendi yang terkena digunakan secara berlebihan sehingga mempercepat terjadinya kerusakan sendi.
Obat imunosupresif.
Obat imunosupresif (contohnya metotreksat, azatioprin dan cyclophosphamide) efektif untuk mengatasi artritis rematoid yang berat.Obat ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan kortikosteroid dosis rendah.
Efek sampingnya berupa penyakit hati, peradangan paru-paru, mudah terkena infeksi, penekanan terhadap pembentukan sel darah di sumsum tulang dan perdarahan kandung kemih (karena siklofosfamid).
Selain itu azatioprine dan siklofosfamid bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker.
Metotreksat diberikan per-oral (ditelan) 1 kali/minggu, digunakan untuk mengobati artritis rematoid stadium awal.
Siklosporin bisa digunakan untuk mengobati artritis yang berat jika obat lainnya tidak efektif.
Terapi lainnya.
Bersamaan dengan pemberian obat untuk mengurangi peradangan sendi, bisa dilakukan latihan-latihan, terapi fisik, pemanasan pada sendi yang meradang dan kadang pembedahan.
Sendi yang meradang harus dilatih secara halus sehingga tidak terjadi kekakuan.
Setelah peradangan mereda, bisa dilakukan latihan aktif yang rutin, tetapi jangan sampai terlalu lelah. Biasanya latihan akan lebih mudah jika dilakukan di dalam air.
Untuk mengobati persendian yang kaku, dilakukan latihan yang intensif dan kadang digunakan pembidaian untuk meregangkan sendi secara perlahan.
Jika pemberian obat tidak membantu, mungkin perlu dilakukan pembedahan.
Untuk mengembalikan pergerakan dan fungsinya, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengganti sendi lutut atau sendi panggul dengan sendi buatan.
Persendian juga bisa diangkat atau dilebur (terutama pada kaki), supaya kaki tidak terlalu nyeri ketika digunakan untuk berjalan.
Ibu jari bisa dilebur sehingga penderita bisa menggenggam dan tulang belakang di ujung leher yang tidak stabil bisa dilebur untuk mencegah penekanan terhadap urat saraf tulang belakang.
Penderita yang menjadi cacat karena artritis rematoid bisa menggunakan beberapa alat bantu untuk menyelesaikan tugas sehari-harinya.
Contohnya adalah sepatu ortopedik khusus atau sepatu atletik khusus.


  • Surgikal
Jika pemberian obat tidak membantu, mungkin perlu dilakukan pembedahan.
Untuk mengembalikan pergerakan dan fungsinya, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengganti sendi lutut atau sendi panggul dengan sendi buatan.
Persendian juga bisa diangkat atau dilebur (terutama pada kaki), supaya kaki tidak terlalu nyeri ketika digunakan untuk berjalan. Ibu jari bisa dilebur sehingga penderita bisa menggenggam dan tulang belakang di ujung leher yang tidak stabil bisa dilebur untuk mencegah penekanan terhadap urat saraf tulang belakang. Penderita yang menjadi cacat karena artritis rematoid bisa menggunakan beberapa alat bantu untuk menyelesaikan tugas sehari-harinya. Contohnya adalah sepatu ortopedik khusus atau sepatu atletik khusus.
Intervensi pembedahan
Meskipun rheumatoid arthritis umumnya merupakan proses peradangan sinovium, kekacauan struktural atau mekanis merupakan penyebab sering sakit atau hilangnya fungsi sendi.Nyeri dan mobilitas sendi dapat ditingkatkan dengan pendekatan bedah. Dokter primer, rheumatologist, dan ahli ortopedi semua membantu pasien untuk memahami risiko dan manfaat dari prosedur pembedahan. Keputusan untuk menjalani operasi adalah satu kompleks yang harus mempertimbangkan motivasi dan tujuan pasien, kemampuan mereka untuk menjalani rehabilitasi, dan status umum medis mereka.
Synovectomy ini biasanya tidak dianjurkan untuk pasien dengan rheumatoid arthritis, terutama karena bantuan hanya sementara.Namun, pengecualian adalah synovectomy dari pergelangan tangan, yang direkomendasikan jika sinovitis intens persisten walaupun perawatan medis selama 6 sampai 12 bulan. Persistent sinovitis melibatkan kompartemen dorsal pergelangan tangan dapat menyebabkan selubung tendon ekstensor pecah mengakibatkan cacat berat fungsi tangan.
-Total arthroplasties bersama, khususnya dari lutut, pinggul, pergelangan tangan, dan siku, sangat sukses. Artroplasti dari (buku) metakarpofalangealis sendi juga dapat mengurangi rasa sakit dan memperbaiki fungsi. operasi lainnya termasuk pelepasan entrapments saraf (misalnya, carpal tunnel syndrome), prosedur arthroscopic, dan, kadang-kadang, pemindahan bintil gejala rematik.
Drainase cairan sendi Drainase yang tepat dan adequat dapat dilakukan dengan berbagai metode. Teknik yang bisa dilakukan antara lain aspirasi dengan jarum, irigasi tidal, arthroskopi dan arthrotomi. Aspirasi jarum sebagai prosedur awal drainase sendi yang mudah diakses seperti sendi lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan sendi-sendi kecil.Drainase dilakukan sesering yang diperlukan pada kasus efusi berulang. Jika dalam waktu 7 hari terapi jumlah cairan, jumlah sel dan persentase PMN menurun setiap aspirasi maka tindakan dengan aspirasi jarum tertutup dapat diteruskan sesuai kebutuhan. Tapi bila efusinya persisten selama 7 hari yang menunjukkan inKelompok pasien Tidak ada faktor risiko terhadap organisme atipikal. Risiko tinggi terhadap sepsis gram negatif (usia tua, ISK berulang, baru selesai operasi abdomen). Risiko MRSA (sedang dalam perawatan di rumah sakit, tingaal di panti jompo, ulkus pada kaki atau pemakaian kateter, atau faktor risiko lainnya yang ditentukan secara lokal). Diduga gonokokus atau meningokokus IVDA, Sedang perawatan di ruang intensif. Pilihan antibiotika Flukloksasilin 4 x 2gram i.v. Kebijakan lokal mungkin menambahkan gentamisin i.v. Jika alergi terhadap penisilin, maka diberikan klindamisin 4 x 450-600 mg i.v. atau generasi kedua atau ketiga
sefalosporin. Generasi kedua atau ketiga sefalosporin seperti seforoksim 3 x 1,5 gram i.v.
Kebijakan lokal mungkin menambahkan fluklosaksilin terhadap
generasi ketiga sefalosporin. Bila alergi maka diskusikan dengan ahli mikrobiologi. Vankomisin i.v. ditambah generasi kedua atau ketiga sefalosporin i.v Seftriakson i.v. atau sesuai dengan pilihan lokal atau pola resistensi. Diskusikan dengan ahli mikrobiologi. Diskusikan dengan ahli mikrobiologi deks perburukan efusi sendi atau cairan purulen tidak dapat dievakuasimaka harus dilakukan arthroskopi atau drainase terbuka harus segera dilakukan. Beberapa indikator prognostik buruk pada artritis septik sehingga memerlukan tindakan yang invasif. Indikator ini termasuk lamanya penundaan terapi dari onset penyakit, usia ekstrim, adanya penyakit sendi yang mendasari, pemakaian obat imunosupresan, serta adanya osteomyelitis ekstra artikular.





Asuhan keperawatan klien
Pengkajian
  • Kaji citra diri pasien yang berhubungan dengan perubahan muskuloskletal dan tetapkan apakah pasien mengalami keletihan yang tidak lazim, kelemahan umum, nyeri, kaku pada pagi hari, demam, atau anoraksia.
  • Kaji sistem kardiovaskular, pulmonal, dan renal.
  • Kaji persendian dengan pengamatan, palpasi, penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak , dan kemerahan pada sendi yang terkena.
  • Kaji mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan otot.
  • Fokuskan pada pengidentifikasi masalah dan faktor – faktor pasien.
  • Kaji kepatuhan terhadap pengobatan dan penatalaksanaan diri.
  • Kumpulan informasi mengenai pemahaman pasien, motivasi, pengetahuan, kemampuan koping, penglaman masa lalu, persepsi dan ketakutan yang tidak diketahui.



DIAGNOSA
1. Nyeri Akut/ KronisDapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.Dapat dibuktikan oleh : Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan.
Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus
Perilaku distraksi/ respons autonomic
Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.

Intervensi dan Rasional:

a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program)
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri)
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat)
h. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
i. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)
j. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)
2. Mobilitas Fisik,M KerusakanDapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)
3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan PeranDapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat.
Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
Perasaan tidak berdaya, putus asa.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif)
4. Kurang Perawatan DiriDapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.

Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :

Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Intervensi dan Rasional:

a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)
6. Kurang Pengetahuan ( Kebutuhan Belajar ), Mengenai Penyakit, Prognosis, Dan Kebutuhan Pengobatan.Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat.
Kesalahan interpretasi informasi.
Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.
Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

Intervensi dan Rasional:

a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).
Bibliography
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
Marilynn E. Doenges dkk. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC, 1999.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilik 2. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarata : EGC, 1999.

1 komentar:


  1. wihh nice info, saya pengunjung setia web anda.
    Ada kritikan nih font nya bikin pusing, perbaiki lagi gan
    kunjung balik, di web kami banyak penawaran dan tips tentang kesehatan
    Ada artikel menarik tentang obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit berat, cek yuk
    Pengobatan Bronkiektasis

    BalasHapus